Pemilu Serentak
oleh Victor Febrihandoko
Keputusan Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan Efendi
Ghazali dan kawan-kawan tentang penyelenggaraan pemilu secara serentak, menyita
perhatian banyak kalangan. Pemilu seperti sekarang ini dianggap bertentangan
dengan UUD 1945. Sistem pemilu yang telah menjadi kebiasaan selama sepuluh
tahun sejak tahun 2004 mengalami perubahan signifikan. Pemilihan presiden dan
wakil presiden akhirnya dilakukan bersamaan dengan pemilihan umum legislatif.
Kebiasaan yang telah berjalan adalah Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden
dilakukan setelah Pemilihan Umum legislatif. Bahkan hal ini sudah dilakukan
pada masa orde baru. Presiden dipilih dalam sidang umum MPR yang anggotanya
adalah DPR hasil pemilu sebelumnya dan utusan golongan, meskipun tidak dipilih
secara langsung oleh rakyat.
Pemilihan umum serentak di putuskan akan berlaku pada tahun
2019 hal ini membawa konsekuensi yang harus dihadapi khususnya bagi
penyelenggara pemilu dan pada masyarakat negara Indonesia pada umumnya.
Pemilihan umum adalah satu-satunya alat konstitusional
perwujudan demokrasi. Demokrasi adalah kedaulatan ditangan rakyat, pemegang
kekuasaan tertinggi adalah rakyat. Melalui pemilihan umum rakyat medelegasikan
kedaulatannya kepada wakil-wakil rakyat yang mereka pilih. Di dalam negara
demokratis, pemilu adalah suatu proses yang mau tidak mau harus dilalui.
Pendelegasian kedaulatan rakyat kepada wakilnya adalah
merupakan suatu kontrak politik antara rakyat dengan wakil yang dipilih.
Kontrak politik antara keduabelah pihak mengandung suatu ikatan dan harapan
yang sinergi dan berintegritas. Ketika ikatan dan harapan sudah tidak sejalan
maka kontrak politik harus di perbaharui.
Pemilihan umum secara langsung dengan sistem proporsional
terbuka menuntut rakyat untuk lebih cerdas dalam memilih wakil dan pemimpinnya.
Rakyat pun suka tidak suka, langsung tidak langsung mempunyai beban
tanggungjawab akan arah dari pemerintahan negara. Jika dalam perjalanannya
pemerintahan hasil pemilu tidak sejalan dengan harapan rakyat, maka idealnya
rakyat tidak akan memilih lagi wakil-wakil dan pemimpin dari pemilihan umum
sebelumnya. Dengan begitu terjadi pembaharuan kontrak politik.
Pembaharuan kontrak politik akan terjadi terus menerus
secara berkesinambungan, karena itu pemilihan umum dilakukan secara periodik
dalam satu siklus penyelenggaraan. Siklus pemilu itupun ditetapkan dalam
konstitusi negara dalam waktu lima tahun sekali, dengan harapan kualitas pemilu
semakin bertambah baik.
Dalam semangat otonomi daerah maka daerah/ wilayah kesatuan
hukum dalam NKRI diberi wewenang untuk mengatur daerahnya sendiri sesuai dengan
adat kebiasaan setempat dalam koridor hukum di NKRI. Kepala daerah sebagai
pemimpin pemerintahan mempunyai kebebasan yang lebih dalam menjalankan pemerintahan
daerah. Keberhasilan pemilihan presiden secara langsung pada tahun 2004
menginspirasi pemilihan kepala daerah ditingkat daerah baik propinsi maupun
kabupaten/kota. Sehingga pemilukada di selenggarakan dengan memilih secara
langsung calon pemimpin daerah.
Penyelenggaraan pemilu selama ini dengan pemilu legislatif
dulu kemudian pemilu presiden dan wakil presiden membutuhkan biaya yang sangat
besar. Biaya terbesar ada di badan ad hoc yaitu sekitar 3,5 juta orang anggota
KPPS, 232.390 orang PPS dan 33.470 orang PPK, 20.082 orang Pengawas Pemilu
Kecamatan dan 232.395 orang Pengawas Pemilu Lapangan. Total dari biaya honor
badan ad hoc bisa mencapai 6,4 triliun.
Biaya yang besar, penyelenggaraan pemilu yang semakin baik
namun tidak diimbangi dari output pemilu yang baik –dilihat banyaknya wakil
rakyat dan kepala daerah tersangkut korupsi- membuat rakyat merasa apatis dan
mubazir atas dana penyelenggaraan tersebut.
Ada argumen mengapa penyelenggaraan pemilu dikatakan sebagai
pesta demokrasi. Sebagai sebuah pesta memang ada kemeriahan, kesemarakan,
keterlibatan banyak orang, dan membutuhkan biaya. Uang yang berputar demikian
besar mengakibatkan ekonomi juga menggeliat. Hampir semua sisi masyarakat
merasakan imbas perputaran uang ini.
Bidang politik, muncul banyak konsultan-konsultan politik;
dibidang perekonomian, semua unit ekonomi menggeliat; dibidang sosial, demi
mendapatkan simpati para peserta pemilu tak henti-hentinya bersosialisasi
menciptakan dan menjaga hubungan baik dengan konstituennya.
Dari sisi penyelenggaraan pemilu, jika pemilu dilakukan
secara serentak setidaknya dapat menghemat dari sisi pemutakhiran pemilih,
sosialisasi, perlengkapan di TPS, distribusi logistik, perjalanan dinas,
honrarium dan uang lembur.
Pemutakhiran pemilih hanya akan dilakukan sekali karena
Daftar Pemilih Tetap yang digunakan adalah satu. Sosialisasi bisa dilakukan
bersama artinya konten sosialisasi adalah untuk memilih DPR, DPD, DPRD dan
Presiden-Wakil Presiden. Pendirian TPS hanya sekali, perlengkapan TPS lain
seperti rangkap DPT, rangkap formulir, surat suara dan lainnya hanya sekali
pengadaan. Distribusi logistik, perjalanan dinas, honorarium dan uang lembur
tentu hanya sekali.
Dibalik penghematan yang sangat besar itu terdapat tantangan
bagi KPU dalam menyelenggarakan pemilu sesuai dengan visi dan misi KPU yaitu
mewujudkan Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara
Pemilihan Umum yang memiliki integritas, profesional, mandiri, transparan dan
akuntabel, demi terciptanya demokrasi Indonesia yang berkualitas berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pekerjaan terberat tentu ada pada
ujung tombak penyelenggaraan pemilu yaitu di tingkat TPS. KPPS akan dituntut
lebih teliti, lebih cermat dan lebih sabar. Seperti kita tahu sekarang ini
peserta pemilu sebanyak 12 partai politik, ditambah dengan DPD dari 34 propinsi
membuat pekerjaan penghitungan dan penulisan perolehan suara peserta pemilu
membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Ketelitian tentu menjadi modal yang
sangat penting. Karena jika kurang teliti, maka akan banyak keberatan dari
saksi maupun dari pengawas pemilu yang mereduksi kesempuranaan dan kebersihan dari
proses tersebut.
Pekerjaan di tingkat TPS menjadi
lebih rumit lagi ketika pemilu serentak di laksanakan. Tentunya calon presiden
tidak hanya satu atau dua calon, dengan demikian penghitungan dan penulisan
sertifikat penghitungan maupun hasil perolehan suara akan bertambah.