Minggu, 23 Februari 2014

Pemilu Serentak
oleh Victor Febrihandoko

Keputusan Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan Efendi Ghazali dan kawan-kawan tentang penyelenggaraan pemilu secara serentak, menyita perhatian banyak kalangan. Pemilu seperti sekarang ini dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Sistem pemilu yang telah menjadi kebiasaan selama sepuluh tahun sejak tahun 2004 mengalami perubahan signifikan. Pemilihan presiden dan wakil presiden akhirnya dilakukan bersamaan dengan pemilihan umum legislatif. Kebiasaan yang telah berjalan adalah Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden dilakukan setelah Pemilihan Umum legislatif. Bahkan hal ini sudah dilakukan pada masa orde baru. Presiden dipilih dalam sidang umum MPR yang anggotanya adalah DPR hasil pemilu sebelumnya dan utusan golongan, meskipun tidak dipilih secara langsung oleh rakyat.
Pemilihan umum serentak di putuskan akan berlaku pada tahun 2019 hal ini membawa konsekuensi yang harus dihadapi khususnya bagi penyelenggara pemilu dan pada masyarakat negara Indonesia pada umumnya.
Pemilihan umum adalah satu-satunya alat konstitusional perwujudan demokrasi. Demokrasi adalah kedaulatan ditangan rakyat, pemegang kekuasaan tertinggi adalah rakyat. Melalui pemilihan umum rakyat medelegasikan kedaulatannya kepada wakil-wakil rakyat yang mereka pilih. Di dalam negara demokratis, pemilu adalah suatu proses yang mau tidak mau harus dilalui.
Pendelegasian kedaulatan rakyat kepada wakilnya adalah merupakan suatu kontrak politik antara rakyat dengan wakil yang dipilih. Kontrak politik antara keduabelah pihak mengandung suatu ikatan dan harapan yang sinergi dan berintegritas. Ketika ikatan dan harapan sudah tidak sejalan maka kontrak politik harus di perbaharui.
Pemilihan umum secara langsung dengan sistem proporsional terbuka menuntut rakyat untuk lebih cerdas dalam memilih wakil dan pemimpinnya. Rakyat pun suka tidak suka, langsung tidak langsung mempunyai beban tanggungjawab akan arah dari pemerintahan negara. Jika dalam perjalanannya pemerintahan hasil pemilu tidak sejalan dengan harapan rakyat, maka idealnya rakyat tidak akan memilih lagi wakil-wakil dan pemimpin dari pemilihan umum sebelumnya. Dengan begitu terjadi pembaharuan kontrak politik.
Pembaharuan kontrak politik akan terjadi terus menerus secara berkesinambungan, karena itu pemilihan umum dilakukan secara periodik dalam satu siklus penyelenggaraan. Siklus pemilu itupun ditetapkan dalam konstitusi negara dalam waktu lima tahun sekali, dengan harapan kualitas pemilu semakin bertambah baik.
Dalam semangat otonomi daerah maka daerah/ wilayah kesatuan hukum dalam NKRI diberi wewenang untuk mengatur daerahnya sendiri sesuai dengan adat kebiasaan setempat dalam koridor hukum di NKRI. Kepala daerah sebagai pemimpin pemerintahan mempunyai kebebasan yang lebih dalam menjalankan pemerintahan daerah. Keberhasilan pemilihan presiden secara langsung pada tahun 2004 menginspirasi pemilihan kepala daerah ditingkat daerah baik propinsi maupun kabupaten/kota. Sehingga pemilukada di selenggarakan dengan memilih secara langsung calon pemimpin daerah.

Penyelenggaraan pemilu selama ini dengan pemilu legislatif dulu kemudian pemilu presiden dan wakil presiden membutuhkan biaya yang sangat besar. Biaya terbesar ada di badan ad hoc yaitu sekitar 3,5 juta orang anggota KPPS, 232.390 orang PPS dan 33.470 orang PPK, 20.082 orang Pengawas Pemilu Kecamatan dan 232.395 orang Pengawas Pemilu Lapangan. Total dari biaya honor badan ad hoc bisa mencapai 6,4 triliun.
Biaya yang besar, penyelenggaraan pemilu yang semakin baik namun tidak diimbangi dari output pemilu yang baik –dilihat banyaknya wakil rakyat dan kepala daerah tersangkut korupsi- membuat rakyat merasa apatis dan mubazir atas dana penyelenggaraan tersebut.

Ada argumen mengapa penyelenggaraan pemilu dikatakan sebagai pesta demokrasi. Sebagai sebuah pesta memang ada kemeriahan, kesemarakan, keterlibatan banyak orang, dan membutuhkan biaya. Uang yang berputar demikian besar mengakibatkan ekonomi juga menggeliat. Hampir semua sisi masyarakat merasakan imbas perputaran uang ini.
Bidang politik, muncul banyak konsultan-konsultan politik; dibidang perekonomian, semua unit ekonomi menggeliat; dibidang sosial, demi mendapatkan simpati para peserta pemilu tak henti-hentinya bersosialisasi menciptakan dan menjaga hubungan baik dengan konstituennya.
Dari sisi penyelenggaraan pemilu, jika pemilu dilakukan secara serentak setidaknya dapat menghemat dari sisi pemutakhiran pemilih, sosialisasi, perlengkapan di TPS, distribusi logistik, perjalanan dinas, honrarium dan uang lembur.
Pemutakhiran pemilih hanya akan dilakukan sekali karena Daftar Pemilih Tetap yang digunakan adalah satu. Sosialisasi bisa dilakukan bersama artinya konten sosialisasi adalah untuk memilih DPR, DPD, DPRD dan Presiden-Wakil Presiden. Pendirian TPS hanya sekali, perlengkapan TPS lain seperti rangkap DPT, rangkap formulir, surat suara dan lainnya hanya sekali pengadaan. Distribusi logistik, perjalanan dinas, honorarium dan uang lembur tentu hanya sekali.
Dibalik penghematan yang sangat besar itu terdapat tantangan bagi KPU dalam menyelenggarakan pemilu sesuai dengan visi dan misi KPU yaitu mewujudkan Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara Pemilihan Umum yang memiliki integritas, profesional, mandiri, transparan dan akuntabel, demi terciptanya demokrasi Indonesia yang berkualitas berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pekerjaan terberat tentu ada pada ujung tombak penyelenggaraan pemilu yaitu di tingkat TPS. KPPS akan dituntut lebih teliti, lebih cermat dan lebih sabar. Seperti kita tahu sekarang ini peserta pemilu sebanyak 12 partai politik, ditambah dengan DPD dari 34 propinsi membuat pekerjaan penghitungan dan penulisan perolehan suara peserta pemilu membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Ketelitian tentu menjadi modal yang sangat penting. Karena jika kurang teliti, maka akan banyak keberatan dari saksi maupun dari pengawas pemilu yang mereduksi kesempuranaan dan kebersihan dari proses tersebut.
Pekerjaan di tingkat TPS menjadi lebih rumit lagi ketika pemilu serentak di laksanakan. Tentunya calon presiden tidak hanya satu atau dua calon, dengan demikian penghitungan dan penulisan sertifikat penghitungan maupun hasil perolehan suara akan bertambah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar